Selasa, 31 Maret 2015

Psikoterapi (tugas ke-1)


PSIKOTERAPI
I.                   Ulasan mengenai 4 (empat) pendekatan di dalam psikoterapi
a.       Pendekatan psikoanalisa di dalam psikoterapi
Sebagai suatu metode psikoterapi, psikologi berakar dari teori psikoanalisis Sigmund Freud, yang menekankan pentingnya ketidaksadaraan sebagai penyebab timbulnya berbagai masalah mental dan emosional. Psikoanalisis adalah terapi klasik, jangka panjang, yang bertujuan mengubah kepribadian mayor dengaan cara mengidentifikasi dan memodifikasi konflik-konflik tidak sadar dengan asosiasi bebas, menganalisis transferensi dan resistensi, serta interpretasi mimpi. Psikoterapi berorientasi psikoanalitik tujuannya serupa dengan psikoterapi suportif, yaitu menghilangkan gejala, dan serupa pula dengan psikoanalisis dalam upaya memahami secara dinamik konflik-konflik tidak sadar pasien dalam menggunakan analisis transferensi dan interpretasi mimpi.
b.      Pendekatan psikologi belajar di dalam psikoterapi
Terapi belajar berdasarkan teori belajar, yang mendalilkan bahwa problem-problem perilaku merupakan sesuatu yang didapat secara involunter, akibat pembelajar yang tidak tepat. Terapi berkonsentrasi pada perubahan perilaku (modifikasi perilaku) lebih dari pada mengubah pola pikir tidak sadar atau sadar, dan untuk mencapainya terapi bersifat directive (yaitu pasien menerima banyak instruksi dan pengarahan) beberapa teknik spesifik yang digunakan yaitu:
1.      Operant conditioning : teknik terapi ini berdasarkan pada evaluasi dan modifikasi hal-hal yang terjadi dahulu dan konsekuensi terhadap perilaku klien dengan teliti. Perilaku yang diharapkan didukung dengan penguatan positif dan dilaranf dengan penguatan negatif. Cara baru untuk merespon pasien ini dapat diajarkan kepada orang-orang yang tinggal bersama klien.
2.      Terapi aversi : klien diberikan stimulus yang tidak menyenangkan pada saat perilakunya yang tidak dikehendaki muncul. Beberapa dari cara ini secara hukum dilarang. Suatu teknik pengganti, yaitu sensitisasi tertutup, lebih bisa diterima, karena menggunakan pikiran-pikiran yang tidak menyenangkan sebagai stimulus aversif.
3.      Terapi implosif : klien dengan kecemasan yang disebakan situasi, secara langsung dihadapkan dengan situasi tersebut untuk jangka waktu tertentu atau dihadpkan di dalam imajinasi.
4.      Desensitisasi sistematik : klien dengan kecemasan atau fobia dihadapkan pada suatu hierarki yang bertahap terhadap situasi atau objek yang menakutkan, dimulai dari yang paling tidak menakutkan. Pasien akhirnya belajar untuk mengatasi objek atau situasi yang lebih menakutkan.
c.       Pendekatan psikologi humanistik di dalam psikoterapi
Pendekatan ini menekankan pada beberapa titik perhatian yaitu, perasaan (emosi pribadi dan apresiasi estetik), hubungan sosial (menganjurkan pada persahabatan dan kerjasama, serta bertanggung jawab), intelek, dan aktualisasi diri. Tokoh dalam psikologi humanistik ini adalah Abraham Maslow, Carl Rogers, dan Arthur Combs. Dalam pendekatan humanistik memusatkan perhatian pada manusia bahwa manusia “contains the potentialities for healthy and creative growth”. Dalam person centered pandangan ahli terapi klien bersifat positif, yaitu manusia memiliki potensi untuk aktualisasi diri, sehingga suasana yang nyaman dan “hadir” bersama klien perlu diciptakan. Dalam keadaan ketika klien merasakan “being accepted, being understood, being respected”, maka klien akan mampu memunculkan kemampuan mengatasi masalah perilakunya serta mampu pula mengaktualisasi dirinya.
d.      Pendekatan psikologi kognitif di dalam psikoterapi
Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif, dan berjangka waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian. Tokoh dari terapi kognitif adalah Aaorn Beck seorang psikiater dengan latar belakang psikoanalisis dari University of Pennsylvania, dimana ia memimpin Center for Cognitive Therapy. Terapi ini didasarkan pada teori bahwa afek dan tindakan seseorang, sebagian besar ditentukan oleh bagaimana seseorang tersebut membentuk dunianya. Pikiran seseorang memberikan gambaran tentang rangkaian kejadian di dalam kesadarannya. Gejala perilaku yang berkelainan atau menyimpanng, berhubungan erat dengan isi pikiran. Terapi kognitif dipergunakan untuk mengidentifikasi, memperbaiki gejala perilaku, dan fungsi kognisi yang terhambat, yang mendasari aspek kognitifnya yang ada.

II.                Kasus-kasus yang bisa ditangani oleh 4 (empat) pendekatan di dalam psikoterapi
a.       Psikodinamik
Klien  adalah seseorang yang memiliki trauma masa lalu. Klien pernah mengalami trauma diperkosa oleh pamannya sehingga klien sangat membenci pamannya dan berusaha melupakan kejadian tersebut. Pada saat terapi, terapis mencoba menggali lebih dalam informasi dari klien dengan membuat klien mengingat kembali kejadian tersebut sehingga dapat memancing emosi klien, maka klien diberikan katarsis (pelampiasan). Pada saat menjalankan terapi klien ditempatkan disebuah ruangan dimana klien dapat mengekspresikan kemarahannya seperti berteriak sekeras-kerasnya didalam ruangan dan melakukan katarsis atau meninju boneka (benda yang dijadikan katarsis). Contoh tersebut merupakan contoh kasus dari asosiasi bebas dimana klien dibiarkan untuk memunculkan ketidaksadarannya. Hal ini juga berkaitan dengan proses katarsis.
b.      Behavioristik
Seorang ibu ingin mengajarkan bagaimana cara berhitung, ibu tersebut mengamati terlebih dahulu bagaimana keadaan fisik anaknya dan kemampuan dasar yang dimiliki. Ibu akan berfikir ia sebagai subjek dan anaknya sebagai objek. Fakta netral harus dimiliki oleh sang ibu dalam menghadapi anaknya. Sebuah pemikiran yang bersih dari unsur-unsur subjektifnya. Ditahap ini materi-materi pembelajaran berhitung akan diberikan sebagai bentuk stimulus dari ibu terhadap anaknya. Ibu akan menjelaskan dan mencontohkan tentang bagaimana urutan berhitung sebab-akibat dalam pengajaran aka didapatkan hasil. Rangkaian sebab (pemberian stimulus) – akibat ini akan menghasilkan sbeuah respon dari anaknya dimana respon ini akan membentuk sebuah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pembelajaran. Kasus singkat tersebut adalah contoh dari sebuah pembelajaran di rumah dengan penerapan teori behaviorisme. Ibu mengajari sebuah stimulus berupa materi-materi pengajaran dan mengharapkan akan mendapatkan sebuah respon yang berupa perubahan tingkah laku dari anak-anaknya. Perubahan tingkah laku dalam bentuk dari ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mempraktekannya pelajaran yang diberikan berubah menjadi mampu untuk mempraktekannya. Ibu tidak melihat bagaimana proses anaknya belajar, ini hanya melihat bagaimana hasil akhir yang diperoleh. Reinforcement positive atau negative yang akan diberikan tergantung dari bagaimana perubahan tingkah laku yang dihasilkan.
c.       Humanistik
Klien bernama Leon seorang mahasiswa, mungkin melihat dirinya sebagai dokter masa depan, tetapi nilainya yang dikeluarkan dari sekolah kedokteran ternyata dibawah rata-rata. Perbedaan antara konsep dirinya dengan ideal konsep dirinya dan realitas kinerja kademis yang buruk dapat menyebabkan kegelisahan dan kerentanan pribadi, yang dapat memberikan motivasi yang diperlukan untuk masuk terapi. Leon harus melihat bahwa ada masalah atau, setidaknya bahwa ia tidak cukup nyaman untuk menghadapi penyesuaian psikologis untuk mengeksplorasi kemungkinan untuk perubahan. Konseling berlangsung, klien dapat mengeksplorasi lebih luas keyakinannya dan perasaannya. Ia dapat mengekspresikan ketakutannya, rasa bersalah, kecemasan, malu, kebencian, kemarahan, dsb. Emosi diangap terlalu negatif untuk menerima dan memasukkan ke dalam dirinya. Dengan terapi, orang disortir kurang dan pindah ke penerimaan yang lebih besar dan integrasi perasaan yang saling bertentangan dan membingungkan. Ia semakin menemukan aspek dalam dirinya yang telah disimpan.
Sebagai klien ia merasa dimengerti dan diterima, ia menjadi kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap pengalamannya. Karena mereka merasa lebih aman dan kurang rentan, ia menjadi lebih realistis, menganggap orang lain dengan akurasi yang lebih besar, dan menjadi lebih mampu untuk memahami dan menerima orang lain. Individu dalam terapi datang untuk menghargai dirinya secara lebih dan perilakunya menjukkan lebih banyak fleksibilitas dan kreativitas. Ia menjadi kurang peduli tentang memenuhi harapan orang lain, dan dengan demikian mulai berperilaku dengan cara yang lebih benar untuk diri sendiri. Dapat lebih bebas untuk membuat keputusan, dan semakin percaya diri masuk untuk mengelola kehidupan ia sendiri.
Dari contoh kasus Leon dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu alasan klien mencari terapia dalah perasaan tidak berdaya dan ketidakmampuan untuk membuat keputusan atau secara efektif mengarahkan hidupnya sendiri. Mereka mungkin berharap untuk menemukan “jalan” melalui bimbingan terapis. Dalam kerangka orang terpusat, namun klien segera belajar bahwa mereka dapat belajar menjadi lebih bebas dengan menggunakan hubungan untuk mendapatkan diri yang lebih besar dari pemahaman.
d.      Kognitif
Jenifer seorang wanita berumur 32 tahun yang sudah menikah. Telah dikirim ke klinik sebagai pasien luar oleh dokter karena selalu berusaha untuk bunuh diri. Dua minggu yang lalu jenifer secara berlebihan telah meminum paracetamol sejumlah 40 tablet dan baru menceritakan hal tersebut kepada suaminya keesokan harinya setelah ia muntah-muntah, ia ditampung di unit peracunan diri sendiri di rumah sakit umum selama 2 hari kemudian ia merasa bertambah ingin bunuh diri dan bertambah taku. Jenifer dan suaminya telah mengikuti pertemuan terapi perkawinan dua kali seminggu selama sembilan bulan. Peretemuan-pertemuan itu secara rinci telah menemukan hubungan yang sangat dekat antara jenifer dengan orang tuanya  dan adanya keinginan memisahkan diri dengan mereka. Tidak lama setelah meminum obat yang berlebihan itu jenifer dan suaminya berkunjung kerumah orang tuanya untuk menjelaskan apa yang sudah terjadi. Hal ini membuat suasana kunjunga mereka menjadi kacau, bahkan jenifer mengucapkan kata-kata yang menyinggung perasaan orang tuanya. Selanjutnya ia merasa tertekan dan semakin ingin bunuh diri karena merasa telah kehilangan cinta dan dukungan dari orang tuanya dan merasa tidak mampu untuk hidup lebih lama lagi. Ia merasa tertekan dan putus asa selama tiga bulan. Lalu klien menjalankan terapi yang dijalani dengan melakukan proses wawancara dengan merumuskan masalah dan bersama-sama mencari jalan keluar bersama dengan terapis. Setelah wawancara antara terapis dan klien, terapis perlu meringkas dan terapi kognitif yang sifatnya mendiagnosis dalam suatu analisis fungsional hal ini akan membantu terapis untuk membuat rumusan sementara tentang kasusnya.
III.             Pandangan saya terhadap kasus-kasus yang ditangani oleh 4 (empat) pendekatan di dalam psikoterapi (contoh kasus pada no. II)
a.       Psikodinamik
Menurut saya, pada contoh kasus psikodinamika, sudah tepat ditangani dengan pendekatan tersebut, karena klien di pancing untuk mengeluarkan emosinya sehingga traumanya dapat dikeluarkan dan tidak terpendam lagi di dalam dirinya.

b.      Behavioristik
Menurut saya, pada contoh kasus behavioristik, sudah tepat jika menggunakan pendekatan behavirostik. Karna tujuan ibu adalah hasil dari perubahan tingkah laku dimana diterapkan reinforcement yang merupakan bagian dari pendekatan behavirostik. Pemberian reinforcement sangat tepat untuk mengubah perilaku seseorang karna adanya stimulus yang diberikan agar respon yang diberikan sesuai dengan perilaku yang diharapkan.
c.       Humanistik
Menurut saya, contoh kasus ketiga tepat jika menggunakan pendekatan humanistik. Karena humanistik bersifat menyelesaikan masalah saat ini, dan pendekatan humanistik tepat diberikan kepada klien yang mengalami kecemasan, ketakutan, rasa bersalah,dan malu terhadap masalah yang sedang dihadapi. Dalam pendekatan humanistik terapis memberika masukkan yang sesuai dengan keadaan klien pada saat ini, mendengarkan dengan baik atas setiap keluahan dari klien sehingga klien merasa diterima dan dimengerti.
d.      Kognitif
Menurut saya dalam kasus jenifer ini tepat ditangani dengan menggunakan metode kognitif. Dalam kasus yang ditangani terapis harus melakukan wawancara guna mendapatkan informasi yang lebih mendalam atas permasalahan klien. Pemikiran klien yang ingin bunuh diri harus dihilangkan, agar depresi yang dialami berangsur-angsur hilang. Terapis mencari informasi tentang semua permasalahan yang dialami klien lalu sama-sama mencari jalan keluar.

Daftar Pustaka:
Gunarsa, Singgih. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta:Gunung Mulia
Tom, David. (2009). Psikiatri, Edisi 6. Jakarta:EGC
       Uci Sanusi. (2013). Pembelajaran dengan pendekatan humanistik. Jurnal pendidikan agama islam-
ta’lim. Vol.11 no.2.