PSIKOTERAPI
I.
Ulasan mengenai 4
(empat) pendekatan di dalam psikoterapi
a. Pendekatan
psikoanalisa di dalam psikoterapi
Sebagai suatu metode
psikoterapi, psikologi berakar dari teori psikoanalisis Sigmund Freud, yang
menekankan pentingnya ketidaksadaraan sebagai penyebab timbulnya berbagai
masalah mental dan emosional. Psikoanalisis adalah terapi klasik, jangka
panjang, yang bertujuan mengubah kepribadian mayor dengaan cara
mengidentifikasi dan memodifikasi konflik-konflik tidak sadar dengan asosiasi
bebas, menganalisis transferensi dan resistensi, serta interpretasi mimpi.
Psikoterapi berorientasi psikoanalitik tujuannya serupa dengan psikoterapi
suportif, yaitu menghilangkan gejala, dan serupa pula dengan psikoanalisis
dalam upaya memahami secara dinamik konflik-konflik tidak sadar pasien dalam
menggunakan analisis transferensi dan interpretasi mimpi.
b. Pendekatan
psikologi belajar di dalam psikoterapi
Terapi belajar
berdasarkan teori belajar, yang mendalilkan bahwa problem-problem perilaku
merupakan sesuatu yang didapat secara involunter, akibat pembelajar yang tidak
tepat. Terapi berkonsentrasi pada perubahan perilaku (modifikasi perilaku)
lebih dari pada mengubah pola pikir tidak sadar atau sadar, dan untuk
mencapainya terapi bersifat directive
(yaitu pasien menerima banyak instruksi dan pengarahan) beberapa teknik
spesifik yang digunakan yaitu:
1. Operant
conditioning : teknik terapi ini berdasarkan pada evaluasi dan modifikasi
hal-hal yang terjadi dahulu dan konsekuensi terhadap perilaku klien dengan
teliti. Perilaku yang diharapkan didukung dengan penguatan positif dan dilaranf
dengan penguatan negatif. Cara baru untuk merespon pasien ini dapat diajarkan
kepada orang-orang yang tinggal bersama klien.
2. Terapi
aversi : klien diberikan stimulus yang tidak menyenangkan pada saat perilakunya
yang tidak dikehendaki muncul. Beberapa dari cara ini secara hukum dilarang.
Suatu teknik pengganti, yaitu sensitisasi tertutup, lebih bisa diterima, karena
menggunakan pikiran-pikiran yang tidak menyenangkan sebagai stimulus aversif.
3. Terapi
implosif : klien dengan kecemasan yang disebakan situasi, secara langsung
dihadapkan dengan situasi tersebut untuk jangka waktu tertentu atau dihadpkan
di dalam imajinasi.
4. Desensitisasi
sistematik : klien dengan kecemasan atau fobia dihadapkan pada suatu hierarki
yang bertahap terhadap situasi atau objek yang menakutkan, dimulai dari yang
paling tidak menakutkan. Pasien akhirnya belajar untuk mengatasi objek atau
situasi yang lebih menakutkan.
c. Pendekatan
psikologi humanistik di dalam psikoterapi
Pendekatan ini
menekankan pada beberapa titik perhatian yaitu, perasaan (emosi pribadi dan
apresiasi estetik), hubungan sosial (menganjurkan pada persahabatan dan
kerjasama, serta bertanggung jawab), intelek, dan aktualisasi diri. Tokoh dalam
psikologi humanistik ini adalah Abraham Maslow, Carl Rogers, dan Arthur Combs. Dalam
pendekatan humanistik memusatkan perhatian pada manusia bahwa manusia “contains the potentialities for healthy and
creative growth”. Dalam person centered pandangan ahli terapi klien
bersifat positif, yaitu manusia memiliki potensi untuk aktualisasi diri,
sehingga suasana yang nyaman dan “hadir” bersama klien perlu diciptakan. Dalam
keadaan ketika klien merasakan “being
accepted, being understood, being respected”, maka klien akan mampu
memunculkan kemampuan mengatasi masalah perilakunya serta mampu pula
mengaktualisasi dirinya.
d. Pendekatan
psikologi kognitif di dalam psikoterapi
Terapi kognitif adalah
terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif, dan
berjangka waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian.
Tokoh dari terapi kognitif adalah Aaorn Beck seorang psikiater dengan latar
belakang psikoanalisis dari University of Pennsylvania, dimana ia memimpin Center for Cognitive Therapy. Terapi ini
didasarkan pada teori bahwa afek dan tindakan seseorang, sebagian besar
ditentukan oleh bagaimana seseorang tersebut membentuk dunianya. Pikiran
seseorang memberikan gambaran tentang rangkaian kejadian di dalam kesadarannya.
Gejala perilaku yang berkelainan atau menyimpanng, berhubungan erat dengan isi
pikiran. Terapi kognitif dipergunakan untuk mengidentifikasi, memperbaiki
gejala perilaku, dan fungsi kognisi yang terhambat, yang mendasari aspek
kognitifnya yang ada.
II.
Kasus-kasus yang bisa
ditangani oleh 4 (empat) pendekatan di dalam psikoterapi
a. Psikodinamik
Klien adalah seseorang yang memiliki trauma masa
lalu. Klien pernah mengalami trauma diperkosa oleh pamannya sehingga klien
sangat membenci pamannya dan berusaha melupakan kejadian tersebut. Pada saat
terapi, terapis mencoba menggali lebih dalam informasi dari klien dengan
membuat klien mengingat kembali kejadian tersebut sehingga dapat memancing
emosi klien, maka klien diberikan katarsis (pelampiasan). Pada saat menjalankan
terapi klien ditempatkan disebuah ruangan dimana klien dapat mengekspresikan
kemarahannya seperti berteriak sekeras-kerasnya didalam ruangan dan melakukan
katarsis atau meninju boneka (benda yang dijadikan katarsis). Contoh tersebut
merupakan contoh kasus dari asosiasi bebas dimana klien dibiarkan untuk
memunculkan ketidaksadarannya. Hal ini juga berkaitan dengan proses katarsis.
b. Behavioristik
Seorang ibu ingin
mengajarkan bagaimana cara berhitung, ibu tersebut mengamati terlebih dahulu
bagaimana keadaan fisik anaknya dan kemampuan dasar yang dimiliki. Ibu akan
berfikir ia sebagai subjek dan anaknya sebagai objek. Fakta netral harus
dimiliki oleh sang ibu dalam menghadapi anaknya. Sebuah pemikiran yang bersih
dari unsur-unsur subjektifnya. Ditahap ini materi-materi pembelajaran berhitung
akan diberikan sebagai bentuk stimulus dari ibu terhadap anaknya. Ibu akan
menjelaskan dan mencontohkan tentang bagaimana urutan berhitung sebab-akibat
dalam pengajaran aka didapatkan hasil. Rangkaian sebab (pemberian stimulus) –
akibat ini akan menghasilkan sbeuah respon dari anaknya dimana respon ini akan
membentuk sebuah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pembelajaran. Kasus
singkat tersebut adalah contoh dari sebuah pembelajaran di rumah dengan
penerapan teori behaviorisme. Ibu mengajari sebuah stimulus berupa
materi-materi pengajaran dan mengharapkan akan mendapatkan sebuah respon yang
berupa perubahan tingkah laku dari anak-anaknya. Perubahan tingkah laku dalam
bentuk dari ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mempraktekannya pelajaran
yang diberikan berubah menjadi mampu untuk mempraktekannya. Ibu tidak melihat
bagaimana proses anaknya belajar, ini hanya melihat bagaimana hasil akhir yang
diperoleh. Reinforcement positive atau negative yang akan diberikan tergantung
dari bagaimana perubahan tingkah laku yang dihasilkan.
c. Humanistik
Klien bernama Leon
seorang mahasiswa, mungkin melihat dirinya sebagai dokter masa depan, tetapi
nilainya yang dikeluarkan dari sekolah kedokteran ternyata dibawah rata-rata.
Perbedaan antara konsep dirinya dengan ideal konsep dirinya dan realitas
kinerja kademis yang buruk dapat menyebabkan kegelisahan dan kerentanan
pribadi, yang dapat memberikan motivasi yang diperlukan untuk masuk terapi.
Leon harus melihat bahwa ada masalah atau, setidaknya bahwa ia tidak cukup
nyaman untuk menghadapi penyesuaian psikologis untuk mengeksplorasi kemungkinan
untuk perubahan. Konseling berlangsung, klien dapat mengeksplorasi lebih luas
keyakinannya dan perasaannya. Ia dapat mengekspresikan ketakutannya, rasa
bersalah, kecemasan, malu, kebencian, kemarahan, dsb. Emosi diangap terlalu
negatif untuk menerima dan memasukkan ke dalam dirinya. Dengan terapi, orang
disortir kurang dan pindah ke penerimaan yang lebih besar dan integrasi
perasaan yang saling bertentangan dan membingungkan. Ia semakin menemukan aspek
dalam dirinya yang telah disimpan.
Sebagai klien ia merasa
dimengerti dan diterima, ia menjadi kurang defensif dan menjadi lebih terbuka
terhadap pengalamannya. Karena mereka merasa lebih aman dan kurang rentan, ia
menjadi lebih realistis, menganggap orang lain dengan akurasi yang lebih besar,
dan menjadi lebih mampu untuk memahami dan menerima orang lain. Individu dalam
terapi datang untuk menghargai dirinya secara lebih dan perilakunya menjukkan
lebih banyak fleksibilitas dan kreativitas. Ia menjadi kurang peduli tentang
memenuhi harapan orang lain, dan dengan demikian mulai berperilaku dengan cara
yang lebih benar untuk diri sendiri. Dapat lebih bebas untuk membuat keputusan,
dan semakin percaya diri masuk untuk mengelola kehidupan ia sendiri.
Dari contoh kasus Leon
dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu alasan klien mencari terapia dalah
perasaan tidak berdaya dan ketidakmampuan untuk membuat keputusan atau secara
efektif mengarahkan hidupnya sendiri. Mereka mungkin berharap untuk menemukan
“jalan” melalui bimbingan terapis. Dalam kerangka orang terpusat, namun klien
segera belajar bahwa mereka dapat belajar menjadi lebih bebas dengan
menggunakan hubungan untuk mendapatkan diri yang lebih besar dari pemahaman.
d. Kognitif
Jenifer seorang wanita
berumur 32 tahun yang sudah menikah. Telah dikirim ke klinik sebagai pasien
luar oleh dokter karena selalu berusaha untuk bunuh diri. Dua minggu yang lalu
jenifer secara berlebihan telah meminum paracetamol sejumlah 40 tablet dan baru
menceritakan hal tersebut kepada suaminya keesokan harinya setelah ia
muntah-muntah, ia ditampung di unit peracunan diri sendiri di rumah sakit umum
selama 2 hari kemudian ia merasa bertambah ingin bunuh diri dan bertambah taku.
Jenifer dan suaminya telah mengikuti pertemuan terapi perkawinan dua kali
seminggu selama sembilan bulan. Peretemuan-pertemuan itu secara rinci telah
menemukan hubungan yang sangat dekat antara jenifer dengan orang tuanya dan adanya keinginan memisahkan diri dengan
mereka. Tidak lama setelah meminum obat yang berlebihan itu jenifer dan
suaminya berkunjung kerumah orang tuanya untuk menjelaskan apa yang sudah
terjadi. Hal ini membuat suasana kunjunga mereka menjadi kacau, bahkan jenifer
mengucapkan kata-kata yang menyinggung perasaan orang tuanya. Selanjutnya ia
merasa tertekan dan semakin ingin bunuh diri karena merasa telah kehilangan
cinta dan dukungan dari orang tuanya dan merasa tidak mampu untuk hidup lebih
lama lagi. Ia merasa tertekan dan putus asa selama tiga bulan. Lalu klien
menjalankan terapi yang dijalani dengan melakukan proses wawancara dengan
merumuskan masalah dan bersama-sama mencari jalan keluar bersama dengan
terapis. Setelah wawancara antara terapis dan klien, terapis perlu meringkas
dan terapi kognitif yang sifatnya mendiagnosis dalam suatu analisis fungsional
hal ini akan membantu terapis untuk membuat rumusan sementara tentang kasusnya.
III.
Pandangan saya terhadap
kasus-kasus yang ditangani oleh 4 (empat) pendekatan di dalam psikoterapi
(contoh kasus pada no. II)
a. Psikodinamik
Menurut saya, pada
contoh kasus psikodinamika, sudah tepat ditangani dengan pendekatan tersebut,
karena klien di pancing untuk mengeluarkan emosinya sehingga traumanya dapat
dikeluarkan dan tidak terpendam lagi di dalam dirinya.
b. Behavioristik
Menurut saya, pada
contoh kasus behavioristik, sudah tepat jika menggunakan pendekatan
behavirostik. Karna tujuan ibu adalah hasil dari perubahan tingkah laku dimana
diterapkan reinforcement yang merupakan bagian dari pendekatan behavirostik.
Pemberian reinforcement sangat tepat untuk mengubah perilaku seseorang karna
adanya stimulus yang diberikan agar respon yang diberikan sesuai dengan
perilaku yang diharapkan.
c. Humanistik
Menurut saya, contoh kasus
ketiga tepat jika menggunakan pendekatan humanistik. Karena humanistik bersifat
menyelesaikan masalah saat ini, dan pendekatan humanistik tepat diberikan
kepada klien yang mengalami kecemasan, ketakutan, rasa bersalah,dan malu
terhadap masalah yang sedang dihadapi. Dalam pendekatan humanistik terapis
memberika masukkan yang sesuai dengan keadaan klien pada saat ini, mendengarkan
dengan baik atas setiap keluahan dari klien sehingga klien merasa diterima dan
dimengerti.
d. Kognitif
Menurut saya dalam
kasus jenifer ini tepat ditangani dengan menggunakan metode kognitif. Dalam
kasus yang ditangani terapis harus melakukan wawancara guna mendapatkan
informasi yang lebih mendalam atas permasalahan klien. Pemikiran klien yang
ingin bunuh diri harus dihilangkan, agar depresi yang dialami berangsur-angsur
hilang. Terapis mencari informasi tentang semua permasalahan yang dialami klien
lalu sama-sama mencari jalan keluar.
Daftar
Pustaka:
Gunarsa, Singgih.
(2007). Konseling dan Psikoterapi.
Jakarta:Gunung Mulia
Tom, David. (2009). Psikiatri, Edisi 6. Jakarta:EGC
Uci Sanusi. (2013).
Pembelajaran dengan pendekatan humanistik.
Jurnal pendidikan agama islam-
ta’lim.
Vol.11 no.2.