Jumat, 28 Maret 2014

KESEHATAN MENTAL (Tugas Pertemuan 1)



KESEHATAN MENTAL
Tugas Pertemuan 1

A.    Orientasi kesehatan Mental
1.      Orientasi Klasik
Orientasi ini biasa digunakan dalam dunia kedokteran, pada orientasi ini individu sehat adalah individu yang tidak mempunyai keluhan tertentu, yang semuanya menimbulkan perasaan sakit atau perasaan tak sehat, serta mengganggu efesiensi dan efektifitas kegiatan sehari-hari, yang mencakup fisik dan mental.
2.      Orientasi Penyesuaian diri
Landasan orientasi ini menyatakan bahwa manusia pada umumnya adalah makhluk yang sehat secara mental. Penentuan sehat atau sakit mental dilihat sebagai derajat kesehatan mental. Menurut orientasi ini, kesehatan mental adalah kondisi kepribadian individu secara utuh.
3.      Orientasi Pengembangan Potensi
Individu yang sehat mental adalah individu yang dapat dan mampu mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya untuk kegiatan yang positif-konstruktif, sehingga dapat meningkatkan kualitas dirinya, yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
B.     Konsep sehat
Menurut WHO, sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
Menurut Pender (1982) sehat adalah perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain (aktualisasi). Perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten sedangkan penyesuaian diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan integritas struktural.
Menurut UU NO. 23/1992 tentang kesehatan. Sehat/kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
C.    Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Perkembangan kesehatan mental di bagi dalam empat zaman, yaitu:
1.      Zaman Prasejarah
Manusia purba sering mengalami gangguan-gangguan baik mental maupun fisik tetapi, manusia purba benar-benar merawatnya sama seperti halnya dengan penyakit-penyakit fisik lainnya. Pasien mental di zaman purba tetap diperlakukan secara manusiawi. Mereka tidak dibuang dari masyarakat, di kurung di gua-gua, ditertawakan, dipukuli, atau dibunuh. Penyakit mental pada zaman purba disebabkan oleh dua faktor baik dari dalam (misalnya kekhawatiran terhadap sejumlah besar predator di lingkungan sekitarnya) maupun dari luar atau lingkungan (cuaca buruk, hilangnya binatang-binatang yang bisa di makan, tidak munculnya buah-buahan pada musim semi)
2.      Peradaban-Peradaban Awal
Pada zaman ini penyakit mental mulai menjadi hal yang umum. Bersama dengan penderitaan-penderitaan lain, kekalutan-kekalutan mental menjadi kawan seperjalanan yang setia bagi manusia. Pada waktu ia bergerak menuju kehidupan yang lebih terorganisasi, ilmu kedokteran menjadi lebih terorganisasi waktu peradaban-peradaban menjadi lebih maju.
3.      Abad Pertengahan
Pada zaman ini, kemajuan ilmu pengetahuan mengalami kemunduran. Banyak kebiasaan baik yang telah lama di bina dalam ilmu kedokteran sebelumnya tidak diteruskan, dan hal yang lebih buruk, takhayul-takhayul kuno dan ilmu tentang setan dihidupkan kembali.
4.      Zaman Renaisans
Meskipun para pasien sakit mental tenggelam dalam dunia takhayul dan lingkungan yang tidak berperikemanusiaan, namun di negara-negara tertentu di eropa suara-suara diteriakkan oleh tokoh-tokoh agama, ilmu kedokteran, dan filsafat. Usaha-usaha  mereka selama masa tersebut mungkin di gambarkan dalam “terang dalam gelap”.

D.    Teori Kepribadian Sehat
1.      Aliran Psikoanalisa
Psikoanalisis merupakan suatu bentuk model kepribadian. Teori ini sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Sigmun Freud (1856-1938). Freud pada awalnya memang mengembangkan teorinya tentang struktur kepribadian dan sebeb-sebab gangguan jiwa dan dengan konsep teorinya yaitu perilaku dan pikiran dengan mengatakan bahwa kebanyakan apa yang kita lakukan dan pikirkan hasil dari keinginan atau dorongan yang mencari permunculan dalam perilaku dan pikiran. Menurut teori psikoanalisa, inti dari keinginan dorongan ini adalah bahwa mereka bersembunyi dari kesadaran individual. Dan apabila dorongan-dorongan ini tidak dapat disalurkan, dapat menyebabkan gangguan kepribadian dan juga mangganggu kesehatan mental yang disebut psikoneurosis. Dengan kata lain, mereka tidak disadari. Ini adalah ekspresi dari dorongan tidak sadar yang muncul dalam perilaku dan pikiran. Istilah “motivasi yang tidak disadari” atau unconscious motivation, menguraikan ide kunci dari psikoanalisa. Psikolanalisa mempunyai metode untuk membongkar gangguan-gangguan yang terdapat dalam ketidaksadaran ini, antara lain dengan metode analisis mimpi dan metode asosiasi bebas.
Teori psikologi Freud didasari pada keyakinan bahwa dalam diri manusia terdapat suatu energi psikis yang sangat dinamis. Energi psikis inilah yang mendorong individu untuk bertingkah laku. Menurut psikoanalisis, energi psikis itu berasumsi pada fungsi psikis yang berbeda, yaitu: Id, Ego, Super Ego.

         Id merupakan bagian paling primitif dalam kepribadian dan dari sinilah nanti Ego dan Super Ego berkembang. Dorongan dalam Id selalu ingin dipuaskan dan menghindari yang tidak menyenangkan.
 >         Ego merupakan bagian “eksekutif” dari kepribadian, ia berfungsi secara rasional berdasarkan prinsip kenyataan. Berusaha memenuhi kebutuhan Id secara realistis, yaitu dimana Ego berfungsi untuk menyaring dorongan-dorongan yang dipuaskan oleh Id berdasarkan kenyataan.
 > Super Ego merupakan gambaran internalisasi nilai moral masyarakat yang diajarkan orang tua dan lingkungan seseorang. Pada dasarnya Super Ego merupakan hati nurani seseorang dimana berfungsi sebagai penilaian apakah sesuatu itu benar atau salah. Karena itu Super Ego berorientasi pada kesempurnaan.
Freud mengumpamakan pikiran manusia sebagai fenomena gunung es. Bagian kecil yang nampak diatas permukaan air menggambarkan pengalaman sadar, bagian yang jauh lebih besar di bawah permukaan air yang menggambarkan ketidaksadaran seperti impuls, ingatan, nafsu dan hal lain yang mempengaruhi pikiran dan perilaku.
2.      Aliran Humanistik
Abraham Maslow (1908-1970) dapat dipandang sebagai bapak dari Psikologi Humanistik. Gerakan ini merasa tidak puas terhadap psikologi behavioristik dan psikoanalisis, dan memfokuskan penelitiannya pada manusia dengan ciri-ciri eksistensinya. Psikologi humanistik dimulai di Amerika Serikat Pada tahun 1950 dan terus berkembang. Tokoh-tokoh psikologi humanistik memandang behaviorisme mendahului manusia. Psikologi humanistik mengarahkan perhatiannya pada humanisasi psikologi yang menekankan keunikan manusia. Menurut psikologi humanistik manusia adalah mahluk kreatif yang dikendalikan oleh nilai-nilai dan pilihan-pilihannya sendiri, bukan oleh kekuatan-kekuatan ketidaksadaran.
3.      Pendapat Fromm
Fromm adalah ahli teori pertama yang dibicarakan sampai sekarang yang menyamakan kesehatan psikologi dan kesehatan mental dengan kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan suatu bagian integral dari kepribadian sehat, bukan suatu hasil sampingan yang terjadi kebetulan. Kebahagiaan merupakan hasil dari kehidupan produktif dan membantu serta memajukan juga tingkat-tingkat prouktifitas yang lebih tinggi. Kebahagiaan sungguh-sungguh merupakan suatu bagian dari kehidupan sehat, sehingga dapat diambil sebagai bukti dari tingkat kesehatan psikologis yang telah dicapai seseorang. Fromm mengembangkan dan memperhalus teorinya sendiri tentang kepribadian. Sistemnya menggambarkan kepribadian sebagai yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan sosial yang mempengaruhi individu dalam masa kanak-kanak dan juga kekuatan-kekuatan sosial yang mempengaruhi individu dalam masa kanak-kanak dan juga kekuatan-kekuatan historis yang telah mempengaruhi perkembangan spesies manusia.
Fromm mengemukakan 5 kebutuhan yang berasal dari dikotomi kebebasan dan kemanan, yaitu:
1.      Hubungan
2.      Transdensi
3.      Berakar
4.      Perasaan Identitas
5.      Kerangka Orientasi
E.     Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri merupakan istilah yang sangat sulit didefinisikan karena penyesuaian diri mengandung banyak arti, kriteria untuk mengukur penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara jelas, dan penyesuaian diri dan lawannya ketidakmampuan menyesuaikan diri memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan perbedaan di antara keduanya.
 Dari segi pandangan psikologi, penyesuaian diri memiliki banyak arti, seperti pemuasan kebutuhan, keterampilan dalam menangani frustasi dan konflik, ketenangan pikiran/jiwa, atau bahkan pembentukan simtom-simtom. Itu berarti belajar bagaimana bergaul dengan baik dengan orang lain dan bagaimana menghadapi tuntutan-tuntutan pekerjaan. Tyson menyebut hal-hal seperti kemampuan untuk beadaptasi, kemampuan berafeksi, kehidupan yang seimbang, kemampuan untuk mengambil keuntungan dari pengalaman, toleransi terhadap frustasi, humor, sikap yang tidak ekstrem, objektivitas, dan lain-lain (Tyson,1951).

Sumber : Schultz , Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta : Kanisius
Semiun, Yustinus. OFM. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta : Kanisus

Senin, 24 Maret 2014

Kesehatan Mental (Tulisan Pertemuan 1)



KESEHATAN MENTAL
Tulisan Pertemuan 1
1.      Jelaskan tentang konsep diri secara real!
Saya adalah wanita yang berusia 19 tahun. Nama lengkap saya Raden Ritan Oktaviana, dan biasa di panggil Ritan. Saya seorang wanita kelahiran Bekasi, 05 Oktober 1994. Saya merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Saya merupakan orang yang mudah bergaul dengan siapa saja. Tapi seperti kebanyakan orang-orang pada umumnya, terkadang saya melihat seseorang dari kesan pertama yang saya lihat, baik itu positif ataupun negatif. Akan tetapi, tidak semuanya kesan pertama yang saya lihat akan berlanjut ke dalam pemikiran saya, terkadang kesan pertama itu saya abaikan terlebih lagi jika saya tidak mengenal orang tersebut.
Saya adalah seorang mahasiswi yang agak ‘kurang’ dalam soal perhitungan atau seni, bahkan kepada beberapa teman saya, saya pernah bilang “lebih baik hafalan sebuku dari pada belajar hitung-hitungan terus”. Mungkin saya seperti itu karna saya selalu kurang percaya diri saat mengerjakan soal-soal yang berbau hitungan ataupun kegiatan yang mengandung unsur seni, karna saya merasa tidak mempunyai bakat apa-apa. Tapi di balik ketidakpercayaan diri saya terhadap perhitungan dan seni, saya merupakan orang yang percaya diri jika di haruskan berhadapan dengan orang banyak.
Saya itu orang yang agak keras kepala, jika saya mau itu, ya harus itu tidak bisa di ganti yang lain oleh orang lain, kecuali jika saya sendiri yang mau. Saya juga tipe orang yang moody-an, kalau tidak suka dengan sikap seseorang biasanya saya pergi menghindar, tidak peduli dengan omongan orang itu, atau bisa saja langsung menegur orang itu. Tapi di balik sikap keras kepala dan moody-nya saya itu, saya adalah seseorang yang sangat menyukai anak-anak, bahkan saya berkeyakinan bahwa anak kecil itu adalah moodbooster saya. Dalam lingkungan sosial, saya bersikap keras, mandiri, dan berusaha cekatan juga tidak bergantung pada orang lain.
Saya itu dalam bergaul bisa di bilang memilih teman. Memilih teman di sini bukan maksudnya saya membedakan dari pintar atau tidak, cantik atau jelek, bahkan tidak membedakan dari status sosialnya. Saya kurang suka bergaul dengan teman yang hanya memanfaatkan, malas, mementingkan diri sendiri, dan terlalu ‘besar kepala’. Selain itu, dalam pertemanan saya juga mampu menjadi pendengar yang baik, saya sendiripun suka jika ada teman yang curhat dengan saya, asal topik curhatannya tidak sama seperti yang kemarin-kemarin. Bisa di bilang saya juga tipe orang yang cukup mampu menjaga rahasia seseorang.
Sekian tulisan saya mengenai diri saya sendiri secara real. Untuk penilaian terhadap diri saya, itu bagaimana anda atau pembaca menyikapinya, tetapi, don’t judge me from my blog ya.


2.      Carilah contoh kasus ketidaksehatan mental dari berbagai berita nasional lalu beri pendapat!
http://images.detik.com/content/2014/03/24/398/133325_dannybowmansundaymirror.jpg

Inggris - Bagi remaja bernama Danny Bowman (19), bukan obat terlarang atau video game yang membuat ia kecanduan melainkan selfie alias memotret dirinya sendiri. Parahnya, ketika ia gagal mendapatkan foto yang sempurna, Danny akan frustasi dan mencoba bunuh diri.

Dalam sehari, Danny akan menghabiskan waktu sepuluh jam untuk mengambil sampai 200 foto di iPhone-nya. Selama enam bulan ia tak pernah meninggalkan rumah, putus sekolah, dan menurunkan bobot sampai 12 kg demi terlihat lebih menarik di kamera. Ketika orang tuanya berusaha menasihatinya, Danny justru menjadi anak yang agresif.

Hingga suatu hari, karena terlalu frustasi gagal mendapat foto selfie yang sempurna, Danny nekat menenggak obat yang membuatnya overdosis. Untungnya, sang ibu, Penny berhasil mengetahui aksi nekat puteranya ini. Kini, Danny diyakini menjadi remaja pertama di Inggris yang kecanduan selfie.

Ia pun tengah berjuang untuk bbisa hidup normal setelah menjalani terapi di se
buah rumah sakit untuk mengobati kecanduan teknologi, OCD, dan Body Dysmorphic Disorder atau kecemasan berlebih terhadap penampilan pribadinya.

"Aku terus berusaha mendapat foto selfie yang sempurna. Ketika aku sadar tidak mendapatkannya, aku ingin mati. Aku kehilangan teman, pendidikan, kesehatan, dan hampir seluruh hidupku," kisah Danny, demikian dikutip dari Mirror, Senin (24/3/2014).

Menurut dr David Veal, psikiater yang merawat Danny, apa yang dialami Danny adalah masalah serius sebab ia bukan berniat menyombongkan diri tetapi mengalami gangguan kesehatan mental yang membuatnya ingin bunuh diri. Di Inggris, tren selfie memang sudah meningkat.

Tahun lalu, penelitian yang dilajukan Oxford English Dictionary menunjukkan frekuensi selfie penduduk melonjak 17.000 persen dalam satu tahun. Nah, Danny lah salah satu orang yang mengikuti tren tersebut. Setiap hari, ia mengaku yang dipikirkan adalah bagaimana bisa menggunakan ponselnya untuk bisa mendapat gambar terbaik

"Hingga di suatu titik aku merasa tidak mampu lagi memenuhi keinginanku mendapat gambar yang sempurna. Ketika orang memposting foto mereka di facebook atau twitter, akan ada misi tersembunyi dan itu bisa menjadi candu seperti alkohol atau obat," kata danny.

Di usia 15 tahun, Danny pertama kali memposting foto selfienya di facebook. Saat itu, orang banyak yang mengomentari fotonya misalnya hidungnya terlalu besar atau kulitnya terlalu gelap. Ketika mendapat komentar positif, Danny mengaku bangga luar biasa tapi langsung frustasi ketika ada komentar negatif tentang fotonya. Memang, remaja asal Newcastle ini mengaku ingin menjadi model.

Tahun 2011 ia pun menjajal untuk jadi model tapi agency mengatakan tubuh dan kulit Danny kurang pas untuk menjadi model. Itulah awal dari kecanduan selfienya. Dalam dua minggu, ia bisa mengambil 80 foto selfie. Tak ragu, ia sering berganti ruang untuk foto selfie di rumahnya. Kemudian meneliti gambarnya. Bahkan, Danny meniru gaya idolanya, Leonardo DiCaprio tapi tetap hasil jepretan kameranya tak membuat ia puas.

Di sekolah pun, Danny mulai sering tidak masuk jam pelajaran. Hingga di usia 16 tahun, ia terpaksa putus sekolah dan bisa foto selfie sepuasnya di rumah. Kondisi ini membuat orang tuanya, Robert dan Penny khawatir, Mereka sempat menyita ponsel Danny tapi puteranya malah merajuk. Kemudian, mereka membawa Danny ke London’s Maudsley Hospital.

"Awalnya aku dijauhkan dari ponsel selama sepuluh menit, lalu setengah jam, dan satu jam. Saat itu terasa berat dan aku diajak berjalan menelusuri lorong rumah sakit tanpa ponsel. Aku sadar bahwa orang-orang tak terlalu memperhatikan penampilanku," papar Danny.

Sang ayah, Robert, mengaku lega karena setelah terapi, Danny sudah tidak mengambil foto selfie lagi selama tujuh bulan. Ia menghimbau kepada para orang tua untuk tetap memperhatikan anak-anaknya dalam menggunakan teknologi, jangan sampai berujung pada kecanduan yang bisa membahayakan nyawa anak.

"Kedengarannya sepele dan tidak berbahaya. Tapi aku yang sudah merasakan kecanduan itu benar-benar berada dalam posisi bahaya dan aku tidak ingin berada dalam situasi itu lagi," tutur Danny yang kini bekerja di badan amal untuk meningkatkan kesadaran tentang isu kesehatan mental pada remaja.

Pendapat saya : Dalam kasus ini menurut saya ada dua peran yang sangat berpengaruh yaitu, peran orang tua, dan peran diri sendiri. Di zaman teknologi yang serba canggih seperti sekarang ini, seharusnya orang tua memberikan pemahaman yang baik terhadap anaknya dalam menggunakan semua alat teknologi (tidak hanya handphone saja) dan lebih mengawasi amak-anaknya termasuk anak yang sudah dalam tahap remaja seperti Danny ini. Menurut saya Danny ini memiliki kemunduran rasa percaya diri, kecanduan teknologi, OCD, dan Body Dysmorphic Disorder atau kecemasan berlebih terhadap penampilan pribadinya. Para remaja hendaknya harus mensyukuri apa yang sudah ada dalam dirinya, dan menggunakan teknologi bukan hanya semata-mata untuk mengikuti tren saja tetapi juga digunakan dengan sebaik-baiknya menuju pada sesuatu yang positif.

Sumber: http://inet.detik.com/read/2014/03/24/133138/2534681/398/2/kecanduan-                         selfie-danny-hampir-bunuh-diri